Blog Khusus Doa - Setiap Muslim diwajibkan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ada beberapa keutamaan soal berbakti kepada orang tua ini, seperti dipaparkan dalam hadist-hadist berikut ini, seperti dilansir dari laman Islam Post.
Merupakan Amal Yang Paling Utama
‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu berkata. “Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling utama?’ Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya).’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab: ‘Berbakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya lagi: ‘Kemudian apa?’ Nabi menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’
Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua
Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disebutkan: “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallaahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua”
Ilustrasi: Berbakti kepada orang tua
Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari Ibnu ‘Umar radhiyallaahu ‘anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.
(Pelajari juga: Bacaan Doa Birrul Walidain "Berbakti Kepada Kedua Orang Tua")
Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur Sesuai sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam “Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyam-bung silaturrahimnya.”
Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.
Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah ‘Azza wa Jalla Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah ‘Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua.
Dengan demikian, jika seorang anak berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan meng-hindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke surga.
Blog Khusus Doa - Berdoa memiliki artian yang sangat penting yaitu meminta kepada Sang Pencipta Allah SWT sesuatu yang kita inginkan maka harus sopan dan beradab. Misalkan, kita meminta kepada orang tua, ingin dibelikan baju baru. Jika kita meminta hal tersebut kapada orang tua dengan tidak sopan, apakah orang tua akan memberikannya?
Pasti tidak. Karena orang tua tidak suka dengan sikap kita yang tidak sopan. Dan sebaliknya, jika kitan meminta hal tersebut secara baik-baik, penuh pengormata, dan sopan santun serta tidak memaksa. Maka Insya Allah orang tua akan memberikan baju baru sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Begitupun saat kita berdoa dan meminta kepada Allah SWT. Apalagi Allah-lah Sang Pemilik Kerajaan di langit dan di bumi. Maka harus dengan cara yang beradab. Hal yang paling penting dalam berdoa adalah berserah kepadaNya bukan doa yang memaksa harus dikabul.
Berikut ini
adab-adab dalam berdoa atau meminta kepada Allah SWT agar cepat terkabul, seperti dilansir dari laman Islam Post:
- Menjauhkan diri dari yang haram, baik itu pakaian, makanan dan sebagainya.
- Ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
- Berdoa dan bertawasul dengan amal-amal shaleh yang pernah kita lakukan.
- Berwudhulah sebelum berdoa.
- Menghadap ke kiblat saat berdoa.
- Shalat dua rakaat.
- Memanjatkan puja dan puji kepada Allah SWT.
- Memanjatkan shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.
- Membuka dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan pundak lalu mengucapkan doa.
- Sopan, khusyu, dan merendahkan diri dihadapan Allah SWT.
- Hendaklah orang itu memohon dengan berbagai asma Allah yang agung.
- Memanjatkan doa-doa yang diwariskan dan disunnahkan.
- Mengucapkan doa dengan suara lembut dan sayu.
- Mengakui dosa-dosanya.
- Memulai doa dengan mengajukan permohonan untuk dirinya, namun tidak mnegkhusyukan doa tersebut untuk diri pribadi, terutama kalau bertindak sebagai imam.
- Memeohon dengan tekad bulat, menghadirkan kalbu, dan memurnikan harpannya.
- Mengulang-ngulang doa dengan sungguh-sungguh.
- Tidak berdoa tentang hal yang mengandung dosa.
- Dan jangan bersikap kaku dan mempersempit yang lapang.
- Mintalah semua hajat.
- Yang berdoa dan mendengar hendaklah mengaminkan.
Blog Khusus Doa - Sedekah merupakan amal shaleh yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bersedekah juga merupakan hal yang dapat melindungi seseorang dari azab pada hari kiamat kelak. Sungguh besar sekali manfaat bersedekah apabila melakukannya dengan berharap mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, bukan karena mengharapkan pujian di mata manusia.
Supaya sedekah yang akan kita keluarkan tidak sia-sia dan mendapatkan berkah di mata Allah SWT, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika hendak bersedekah, di antaranya:
- Ikhlas dalam bersedekah
Seseorang harus ikhlas niat karena Allah semata dalam bersedekah dan mencari keridhaan-Nya serta kedekatan di sisi-Nya, baik sedekah wajib maupun sedekah sunnah (mustahab). Apabila keikhlasan tidak ada, maka sedekah akan batal dan menggugurkan pahalanya. Jangan bersedekah dengan tujuan riya’ dan sum’ah bahkan untuk menyombongkan diri kepada orang lain. Orang seperti ini akan disiksa pada hari kiamat dengan siksa yang sangat berat.
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang pertama kali dipanaskan dengan (tubuh) mereka api Neraka pada hari kiamat ada tiga golongan…” Kemudian beliau berkata, ”Dan dihadirkan orang yang bersedekah,” sampai dengan sabda Nabi, “Allah berkata: ‘Engkau berdusta. Sesungguhnya engkau bersedekah agar dikatakan dermawan. Begitulah (kenyataan) yang telah dikatakan…,” (HR. Muslim (1095) dari Abu Hurairah ra). - Mempelajari kewajiban-kewajiban dalam bersedekah
Seorang yang akan bersedekah harus mempelajari sedekah-sedekah yang diwajibkan atas dirinya, mempelajari ukuran-ukurannya dan kepada siapa sedekah itu harus diberikan, serta hal-hal yang akan meluruskan ibadahnya tersebut. Hal ini dilakukan sebelum ia melakukan sedekah, walaupun ia harus bertanya kepada orang yang ahli ilmu tersebut. Sebab, ia tidak akan terhitung melaksanakan kewajiban dalam ibadah hingga ia melakukannya sesuai dengan yang disyari’atkan Allah SWT. Selain itu, agar tidak mengeluarkan sesuatu jenis harta yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya atau ia tidak memberikannya kepada orang yang tidak berhak menerimanya. - Tidak menunda-nunda sedekah yang wajib hingga keluar waktunya
Jika seorang Muslim sudah wajib mengeluarkan atas hartanya, tanamannya, perniagaannya atau yang lainnya dari harta sedekah yang wajib, maka ia wajib mengeluarkannya tepat pada waktunya. Tidak boleh menundanya tanpa adanya udzur yang syar’i. - Mendahulukan sedekah yang wajib daripada yang Mustahab (sunnah)
Seorang Muslim harus mengeluarkan zakat yang wajib terlebih dahulu pada saat tiba waktunya daripada sedekah yang mustahab (sunnah). Sebab, menunaikan sedekah yang wajib termasuk rukun Islam. Allah SWT tidak akan menerima amalan-amalan sunnah hingga ia mengamalkan amalan wajib. Amal yang disukai Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya adalah dengan menunaikan kewajiban yang disebutkan dalam hadits qudsi, “… dan tidakkah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai daripada apa-apa yang telah aku wajibkan atasnya…,” (telah disebutkan takhrij-nya). - Mengeluarkan zakat dari jenis-jenis harta yang telah ditentukan syari’at apabila telah wajib atasnya
Apabila sudah jatuh kewajiban kepada seorang Muslim untuk mengeluarkan sedekah (zakat) atas barang tertentu secara syar’i dan sesuai syari’at yang telah ditentukan. Misalnya zakat fitrah yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW yaitu satu sha’ gandum/burr atau satu sha’ kurma atau satu sha’ sya’ir (jewawut) atau sejenisnya, maka seharusnya seorang Mukmin mengeluarkan zakat harta-harta yang telah disebutkan oleh Rasulullah SAW atau hal-hal yang disebutkan dalam nash tersebut. Jangan mengeluarkan pengganti selainnya atas dasar ijtihad sendiri.
Mengeluarkan jenis-jenis harta yang telah disebutkan dalam syari’at akan menjauhkan seorang Muslim dari perselisihan-perselisihan pendapat fiqih tentang barang yang digunakan sebagai penggantinya, apakah boleh atau tidak. Sebab, tidak ada orang yang mengatakan bahwasanya jenis-jenis harta yang dikeluarkan menurut ketetapan syari’at tidak sah. Namun, yang menjadi khilaf (perbedaan pendapat) adalah harta jenis lain, apakah sah atau tidak. - Hendaklah sedekah itu dari hasil yang baik
Bersedekahlah dari harta yang halal karena itu merupakan sebab diterimanya sedekah dan akan menghasilkan pahala. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan harta yang baik, dan Allah tidak akan menerima kecuali yang baik-baik, melainkan Allah akan mengambil dengan tangan kanan-Nya. Jika itu berupa sebutir kurma, niscaya ia akan tumbuh di telapak tangan Allah SWT sehingga menjadi lebih besar daripada gunung. Sebagaimana seseorang di antara kamu menyemai benihnya atau memelihara anak unta,” (HR. Ahmad (II/538), an-Nasa-i (V/57), at-Tirmidzi (661) dan ia berkata “Hasan Shahih”. Dan Ibnu Majah (1842) dari Abu Hurairah ra). - Memberikan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan
Hendaklah orang-orang yang bersedekah berusaha memberikan sedekahnya kepada orang-orang yang berhak menerimanya, seperti fakir, miskin, anak yatim, janda, orang yang terlilit utang dan orang yang berhak menerima sedekah lainnya. Jangan memberikannya kepada orang yang ia ketahui tidak membutuhkannya. Apabila hendak mengeluarkan sedekah sunah maka dianjurkan mendahulukan orang yang pantas menerimanya. Sebab, sedekah itu akan menjaga mereka dari perbuatan yang haram untuk mendapatkan sesuap nasi atau yang lainnya. Allah SWT telah menjelaskan jenis-jenis orang yang menerima zakat.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” (QS. At-Taubah [9]:60). - Mengeluarkan harta yang terbaik dalam bersedekah
Jangan dengan sengaja seseorang mengeluarkan barang-barang atau makanan yang buruk untuk disedekahkan, atau memilih harta-harta yang buruk dalam bersedekah. Namun hendaknya pilihlah sesuatu yang baik dan bagus. Demikian juga apabila mampu, maka berikanlah yang paling bagus karena pada hakikatnya ia menyerahkannya untuk dirinya di sisi Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji,” (QS. Al-Baqarah [2]:267). - Bersedekah dengan apa-apa yang Allah SWT cintai
Jika seorang hamba mampu bersedekah dengan sesuatu yang ia cintai dari harta, makanan atau yang sejenisnya, maka ia akan mendapatkan pahala yang lebih besar dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya,” (QS. Ali-Imran [3]:92).
Oleh karena itu, ‘Abdullah bin Uma ra, apabila datang kepada beliau seorang peminta-minta, maka ia akan memerintahkan keluarganya untuk memberikannya gula karena ia menyukai gula. Demikianlah, hendaklah orang-orang yang suka berbuat baik segera berlomba-lomba melakukannya. - Tidak menggunakan sedekah dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti orang yang menerima sedekah
Tidak boleh seseorang mengungkit-ungkit sedekah kepada orang yang menerimanya atau merendahkannya dengan sedekah, atau menyebutkan kebaikan-kebaikan atau jasa-jasa yang telah ia berikan kepadanya. Sebab, hal itu dapat melukai perasaan orang yang menerimanya dan dapat menghapus (pahala) sedekah, sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir,” (QS. Al-Baqarah [2]:264).
Juga dalam firman Allah SWT:
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati,” (QS. Al-Baqarah [2]:262). - Mengagumi nikmat-nikmat Allah SWT dan mensyukurinya
Wajib bagi orang yang bersedekah agar merenungi nikmat Allah SWT atas dirinya ketika bersedekah. Sebab, Allah telah menjadikannya kaya dan membuatnya tidak menerima sedekah. Allah SWT menjadikannya tangan di atas. Allah SWT menjadikannya orang yang memberi bukan menerima. Yang demikian termasuk nikmat Allah atas dirinya sehinga ia harus mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepadanya. - Hendaklah orang yang bersedekah tidak memandang dirinya berjasa atas orang-orang yang menerima sedekahnya
Seseorang yang telah memberikan sedekah harusnya memandang semua itu sebagai karunia Allah SWT karena Dialah yang memberikan dan melimpahkan harta tersebut kepadanya. Bahkan, seorang Mukmin yang bijak akan melihat bahwasanya orang fakir itulah yang telah mencurahkan karunia kepadanya. Sebab, orang fakir menerima sedekahnya sehingga memberikan kesempatan baginya untuk menerima pahala dari Allah SWT. - Tidak mengurungkan niat bersedekah karena keraguan terhadap orang yang menerimanya
Apabila seorang yang bersedekah ragu terhadap orang yang menerima sedekahnya, tidak juga bisa memastikan apakah ia benar-benar fakir atau tidak maka janganlah membuatnya tidak jadi bersedekah. Sebab, pada dasarnya ia mengharapkan pahala dari Allah SWT dari sedekahnya. Hal ini kerap kali terjadi. Selama ia bersungguh-sungguh memberikan sedekah kepada yang berhak dan besar sangkaannya bahwa orang yang dimaksud berhak menerimanya, maka berikanlah sedekah itu. - Lebih dulu memberikan sedekah kepada karib kerabat
Apabila karib kerabat mereka termasuk orang yang membutuhkan, maka hak mereka lebih besar dari pada hak orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah kepada orang miskin (mendapat pahala satu), sedangkan sedekah kepada karib kerabat mendapat dua pahala; pahala sedekah dan pahala silaturahim,” (HR. Ahmad (IV/17, 18, 214), at-Tirmidzi (658) dan dihasankannya, an-Nasa-i (V/92), Ibnu Majah (1844), al-Hakim (I/407) dan dishahihkannya serta disetujui oleh adz-Dzahabi dari Salman bin ‘Amr). - Merahasiakan sedekah kecuali untuk suatu kepentingan
Dianjurkan kepada setiap Muslim jika ia bersedekah untuk merahasiakan sedekahnya dari pengetahuan manusia sebisa mungkin. Sesungguhnya hal itu lebih dekat kepada keikhlasan serta lebih menjaga harga diri dan kehormatan orang yang menerimanya.
Allah SWT berfirman:
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. Al-Baqarah [2]:271).
Rasulullah SAW juga telah menjelaskan bahwa orang yang merahasiakan sedekahnya termasuk orang-orang yang dinaungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT.
Nabi SAW bersabda:
“Tujuh orang yang Allah naungi pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT; … dan seorang yang bersedekah, ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya,” (telah disebutkan takhrij-nya)
Meskipun demikian, apabila terdapat kepentingan dan maslahat yang kuat untuk menampakkannya, maka yang lebih baik adalah menampakkannya. Contohnya, orang yang terhormat bersedekah kepada orang yang membutuhkan di hadapan khalayak agar mereka mengikutinya untuk bersedekah. Dengan begitu, ia mencontohkan kepada mereka perbuatan baik. Masih banyak lagi permasalahan lainnya. Hal itu semua dilakukan dengan tetap menjaga diri dari riya dan tetap menjaga keihlasan kepada Allah SWT. - Tidak mengambil kembali sedekah
Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang bersedekah kemudian ia mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang memuntahkan sesuatu kemudian ia menjilat muntahnya untuk memakannya lagi,” (HR. Muslim (1622) dari Ibnu ‘Abbas ra).
Hadits tersebut menerangkan perumpamaan yang sangat jelek bagi orang yang mengambil kembali sedekahnya. Maka dari itu, ketika seorang Muslim bersedekah maka keluarkan sedekahnya dengan kemurahan hati dan tidak mengambil kembali apa yang telah disedekahkan dengan alasan apapun.
Blog Khusus Doa - Berikut ini akan kami share sebuah
kisah anak sholeh yang berdoa untuk ayahnya.
Kisah cerita ini sangat inspiratif namun juga sedih dan mengharukan. Semoga kisah cerita ini dapat menginspirasi bagi para pembaca semua untuk selalu mendoakan orang-orang yang kita sayangi terutama berdua untuk kedua orang tua.
Untuk bacaan doa-doa anak sholeh, Anda dapat mempelajarinya pada artikel kami yang terdahulu. Silakan bisa Anda pelajari di label : Doa Anak Sholeh
Oke... Lanjut ke topik pembahasan kali ini tentang
kisah anak sholeh yang berdoa untuk ayahnya, silakan langsung saja simak kisah selengkapnya berikut ini :
Dilansir dari laman islampos, Syaikh Umar bis Sa’ud menceritakan seorang pemuda yang shalih. Ia cinta kepada orang-orang yang baik, dan ia senang bergaul dengan mereka.
Ia mempunyai ayah yang bertolak belakang dengannya. Ayahnya tidak menyukai orang-orang shalih. Seringkali ia mengusir mereka dari rumahnya ketika ia lihat orang-orang shalih tersebut sedang bersama-sama dengan anaknya. Ia sama sekali tidak mempedulikan bagaimana perasaan anaknya.
Meskipun sikap anaknya demikian, namun pemuda itu tetap santun terhadap ayahnya. Kerap kali ia mendoakan kebaikan bagi ayahnya.
Suatu malam, di saat ayahnya mendapatkan hidayah…
Pemuda itu berdiri shalat di sepertiga malam akhir. Ia shalat sebagaimana biasanya, lalu di rakaat terakhir ia mengangkat tangannya ke langit. Ia berdoa untuk ayahnya agar mendapatkan hidayah. Tidak lama air matanya mulai menetes dari kedua matanya. Ia menangis. Doa yang penuh kejujuran itu meluncur dari lubuk hatinya yang dipenuhi rasa khawatir dan takut, kalau-kalau ayahnya tidak mendapat hidayah.
Di saat-saat yang penuh dengan kepasrahan untuk berlindung kepada Allah tersebut, maka ayah pemuda tersebut masuk ke dalam rumah. Ia baru saja datang setelah bergadang semalaman. Samar-samar ia mendengar tangisan yang memelas menahan kepedihan. Ia pun tergerak untuk mencari sumber tangisan tersebut.
Ketika sampai di depan kamar anaknya, dan ia bermaksud untuk membuka pintu kamar tersebut, tiba-tiba ia mendengar suara anaknya yang sedang berdoa kepada Allah dengan penuh kerendahan dan kekhusyu’an. Ia mendengar anaknya sedang berdoa untuk ayahnya agar mendapat hidayah.
Seketika ayahnya terenyuh. Ia jatuh dan dan berlutut di depan pintu kamar anaknya. Ia pun menangis seraya berkata, “…Anakku… ia berdoa untukku, sementara aku mencabik-cabik perasaanya… ia berdoa demi kebaikanku, sementara aku justeru memusuhinya…”
Di saat seperti itu, sang anak telah selesai dari shalatnya. Ketika ia membuka pintu kamar, tiba-tiba ayahnya sedang duduk dalam keadaan menangis. Ketika melihat anaknya, maka tangisan sang ayah semakin menjadi-jadi. Ia pun peluk anaknya erat-erat seraya berkata, “Demi Allah, sejak saat ini ayah tidak akan melukai hatimu lagi.”
Yang sangat mengagumkan adalah apa yang dikemukakan oleh Syaikh Umar tentang keduanya setelah kejadian itu. Syaikh berkata, “Setelah kejadian itu, ayahnya sering shalat bersama dengan anaknya di akhir malam.”
Blog Khsusus Doa - Mencukur rambut atau bulu kemaluan merupakan satu hal sederhana, namun tidak banyak dari kita yang mengetahui tentang manfaat dan hukumnya, bahkan mayoritas dari kita enggan menanyakan, padahal hal ini ternyata merupakan sunah Rasulullah SAW. Ternyata mencukur bulu kemaluan termasuk fitrah baik, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW, dari Abu Hurairah ra:
Fitrah ada 5: khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, potong kuku, dan mencabut bulu kemaluan. (HR. Bukhari 5891 dan Muslim 257).
Islam mengajarkan agar bulu-bulu tersebut dicukur secara rutin, demikian menurut Prof. Abdul Jawwat Khalaf dalam bukunya yang berjudul Syi’ru wa-ahkamuhu fi al-Fiqh al-Islami. Karena hal ini bukan tanpa alasan, karena ternyata ada banyak manfaat dari anjuran Nabi ini, yang paling utama persoalan kebersihan dan kesehatan.
Para ulama sepakat jika mencukur bulu kemaluan adalah hukumnya sunah. Namun mereka masih berselisih pandang, apakah lebih dianjurkan dicabut atau dicukur? Menurut mazhab Hanafi sunahnya adalah mencabut, sedang mazhab Maliki malah berpandangan sebaliknya jika sunah membersihkan bulu disekitar kemaluan justru bukan di cabut, namun mencukurnya. Mazhab Syafi’i mempunyai pandangan berbeda pula, membedakan antara muslimah yang masih muda atau lajang dan perempuan yang telah lanjut usia. Bagi mereka yang masih muda dengan metode mencabut , sedang yang sudah lansia boleh mencukurnya.
Dalam perspektif Mazhab Hambali, sebaiknya membersihkan bulu disekitar area vital ini ialah dengan metode mencukur, dan ini disetujui oleh komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi. Disamping itu lembaga ini mengemukakan hikmah dan manfaat dari anjuran mencukur bulu sekitar alat vital ini yakni disamping menjaga kebersihan kulit disekitar area kemaluan, membantu meningkatkan pembuluh darah saat berhubungan seksual tentu menghindari penyakit akibat beberapa bakteri yang tumbuh dan berkembang disekitar bulu-bulu tersebut. Dan hendaklah selalu mencukur rutin dalam rentang waktu 40 hari.
Apakah sunahnya memang diberi rentang waktu selama 40 hari? Bagaimana jika melebihi atau kurang dari waktu itu? Ternyata memang demikian adanya karena hal ini sudah tertera pada hadis Nabi Muhammad SAW:
Riwayat dari Muslim dan Anas bin Malik ra:
Kami diberi waktu dalam memendekkan kumis, mencukur kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh malam.
Syaukani mengatakan, jika Rasulullah sudah mematok waktu rentang 40 hari untuk waktu terbaik mencukur bulu kemaluan, dan ini berarti tidak diperkenankan melebihi dari waktu tersebut, namun jika dalam rentang sebelum waktu 40 hari, Anda berniat memotongnya maka diperbolehkan.
Manfaat Mencukur Bulu Kemaluan Dalam Islam
Mengapa Rasulullah mematok 40 hari seperti yang di jelaskan dia atas, Hal tersebut tentu ada sebab mengapa hitungannya tak diperkenankan melebihi waktu tersebut, hal ini dimungkinkan batasan waktu tersebut bulu-bulu disekitar area vital telah banyak dan mulai menganggau aktivitas seksual juga sudah cukup waktu untuk tumbuh kembangnya bakteri yang sangat merugikan kesehatan manusia. Dan jika Manusia mengetahuinya, hendaknya mengikuti sunah Rasulullah tersebut, karena hal ini lebih baik baginya, seperti firman Allah SWT:
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. (AQ. Al-Hajj: 30).
Mengenai batasan waktunya itu, imam an-Nafrani dari mazhab Maliki pada kitabnya yang berjudul al-Fawakih ad-Dawani memaknai jika hal itu bisa dikatakan cukup fleksibel, tak hanya terpatok harus 40 hari baru dicukur, namun menurut kebutuhan. Hal ini dikuatkan pula oleh imam al-Iraqi dalam kitab Tharh at-Tatsrib yang menyatakan tidak ada batasannya kapan harus mencukurnya, jika dinilai sudah cukup panjang, maka segeralah mencukurnya.
Sahabat dunia islam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pula dalam pencukuran ini, semisal siapakah yang bisa melakukan pencukuran tersebut? An nawawi menjelaskan jika harus orang yang bersangkutan, tidak boleh dilakukan oleh orang lain kecuali suami sendiri—yang hukumnya pun dianggap makruh.
Mengenai doa sebelum mencukur bulu kemaluan, Tiada doa khusus saat muslim akan mencukur bulu kemaluan, hal ini dikarenakan tiada penjelasan dari keterangan ulama pada buku-buku fikih mengenai hal ini, jika tidak berdoa-pun tidak mengapa. Hanya saja karena seseorang jika akan melakukan sesuatu yang tujuannya baik, dan saat membuka aurat itu bisa jadi terlihat oleh jin, maka diharapkan membaca basmallah atau doa masuk kamar mandi seperti yang tertera dalam hadis berikut: dari Ali bin Abi Thalib ra, Nabi SAW bersabda:
Penutup antara pandangan jin dan aurat bani adam adalah ketika mereka masuk kamar mandi, mengucapkan bismillah. (HR. Turmudzi ).
Teman-teman, dari penjelasan singkat diatas, maka mulai dari sekarang mariah kita rajin-rajin merawat dan menjaga bulu atau rambut kemaluan kita. Selain demi kebersihan, ternyata hal ini banyak manfaatnya bagi diri kita serta merupakan salah satu hal yang dilakukan Nabi. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar