Seputar Rukun Dan Abab Dalam Berdoa

√5 Kewajban Istri Terhadap Suami Yang Harus Ditunaikan Lengkap

√5 Kewajban Istri Terhadap Suami Yang Harus Ditunaikan Lengkap-Doa Merupakan senjata utama kaum mislimin, karena dengan berdoa segala macam harpan kita gantungkan kepada yang memliki alam semesta ini dan Dia Allah SWT, dengan bersungguh -sunnguh dan penuh dengan kerendahan serta pengharapan murupakan salah satu adab dalam berdoa. Karena tugas kita hanya berdoa saja perkara dikabulkan atau tidak bukan merupakan prioritas utama sebab semua itu kita kembalikan lagi kepada Allah SWT.

Dan untuk mencapai unsur unsur keutaman dalam bedoa, maka diharapkan kita memenuhi adab dalam berdoa antara lain:
  1. Berdoalah dalam keadan suci atau memiliki wudhu
  2. Luruskan Niat [Dengan niat yang baik]
  3. Awali dengan Bismillah dan pujian kedapa Allah & Rasulluah
  4. Penuh dengan kerendahan dan pengharapan
  5. Hilangkan sifat somboong
  6. Berdoa dengan Menghadap kearah Kiblat
Dengan berdoa pikiran dan perassan kita menjadi tenang, sebab segala macam keluh kesah atau pengharapan sudah kita sampaikan kepada Allah SWT. Dan yang paling utama adala rasa syukur kita kepada Allah jangan sampai hilang. Sebab itu semua merupakan nikmat yang paling tinggi tiada tara , sebab orang yang masih bisa bersyukur merupakan golongan orang yang lebih mudah dalam mengharapkan dan menerima keridhoan kepada Allah SWT.
Baca Juga:

    Blog Khusus Doa - Kewajiban suami terhadap istri adalah hak yang harus didapatkan oleh istri dan kewajiban istri terhadap suami adalah hak yang harus didapatkan oleh suami. Mengapa istri harus memenuhi kewajiban terhadap suami?

    “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud kepada suaminya karena Alla telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)”.
    Terkait dengan masalah ini, Ibnu Thaimiyah berkata dalam kitabnya yaitu “Majmu al-Fatawa” bahwa “Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita—setelah hak Allah dan Rasul-Nya—daripada hak suami.”

    Berhubung kewajiban istri terhadap suami begitu penting dan amat mulia apabila betul-betul terpenuhi, maka berikut inilah beberapa hak suami yang harus dipenuhi oleh istri:

    1. Mentaati perintah suami.
      Istri memang diwajibkan mentaati perintah suami. Namun, tidak semua perintah harus di taati yaitu saat suami memerintahkan perkara yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya. Rasulullah saw bersabda:
      “Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanya dalam perkara yang ma’ruf (kebaikan).” (HR. Bukhari dan Muslim).
    2. Tidak keluar rumah kecuali atas izin suami.
      Allah swt berfirman: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” (QS. Al-Ahzab : 33). Selain itu, Ibnu Thaimiyah pun berkata dalam kitabnya: “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata: “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (membangkang), bermaksiat kepada Allah swt., dan rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa.”
    3. Taat kepada suami ketika di ranjang.
      Dari Abu Hurairah Nabi saw bersabda: “Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas si istri enggan memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu subuh.” (HR. Bukhari dan Muslim). Untuk itu, istri haruslah dapat memenuhi kebutuhan suami di atas ranjang terkecuali ada udzur seperti sakit, haidh, nifas, dan lain-lain maka bicarakanlah secara baik-baik dengan suami.
      (Pelajari juga: 9 Pesan Rasulullah untuk Wanita saat Berhubungan Badan)
    4. Tidak mengizinkan orang lain masuk rumah kecuali dengan izin suami.
      Rasulullah saw bersabda: “Tidak halal bagi seorang istri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. dan ia tidak boleh mengizinkan orang lain masuk rumah suami tanpa izin darinya. Dan jika ia menafkahkan sesuatu tanpa ada perintah dari suami, maka suami mendapat setengah pahalanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    5. Tidak berpuasa sunnah kecuali dengan izin suami.
      Jika seorang istri berpuasa (selain puasa Ramadhan) tanpa izin suaminya, puasanya tetap sah tapi ia telah melakukan keharaman. Menunaikan hak suami adalah suatu kewajiban, sedangkan berpuasa sunnah hukumnya adalah sunnah. Maka, kewajiban harus lebih diutamakan daripada yang sunnah.

    Itulah beberapa kewajiban istri terhadap suami yang harus ditunaikan. Memang terlihat seperti perkara yang mudah padahal sulit dilakukan jika tidak dibarengi dengan keshabarann, kesadaran, dan kecintaan. Dengan terpenuhinya hak dan kewajiban diantara suami dan istri, maka akan terciptanyalah keluarga sakinah, mawadah, warahmah.
    Blog Khusus Doa - Dewasa ini, medis membolehkan hampir semua jenis hubungan suami istri. Hampir tidak ada lagi batas-batas dan benang merah apa yang boleh dan tidak boleh dalam berhubungan suami istri. Jika untuk orang non-Islam, hal itu mungkin tidak mengapa. Tetapi bagaimana dengan Islam?

    Salah satu yang kerap menjadi pertanyaan dalam hubungan suami istri adalah tentang oral seks. Bolehkah dalam Islam?

    Dalam kitab Masa`il Nisa’iyyah Mukhtarah Min Al-`Allamah Al-Albany karya Ummu Ayyub Nurah bintu Hasan Ghawi hal. 197 (cet. Majalisul Huda AI¬Jaza’ir), Muhadits dan Mujaddid zaman ini, Asy-Syaikh AI-`Allamah Muhammad Nashiruddin AI-Albany rahimahullah ditanya sebagai berikut:
    “Apakah boleh seorang perempuan mencumbu batang kemaluan (penis) suaminya dengan mulutnya, dan seorang lelaki sebaliknya?”
    Beliau menjawab:
    “Ini adalah perbuatan sebagian binatang, seperti anjing. Dan kita punya dasar umum bahwa dalam banyak hadits, Ar-Rasul melarang untuk tasyabbuh (menyerupai) hewan-hewan, seperti larangan beliau turun (sujud) seperti turunnya onta, dan menoleh seperti tolehan srigala dan mematuk seperti patukan burung gagak. Dan telah dimaklumi pula bahwa Nabi Shallallahu `alahi wa sallam telah melarang untuk tasyabbuh dengan orang kafir, maka diambil juga dari makna larangan tersebut pelarangan tasyabbuh dengan hewan-hewan—sebagai penguat yang telah lalu, apalagi hewan yang telah dlketahui kejelekan tabiatnya. Maka seharusnya seorang Muslim, dan keadaannya seperti ini, merasa tinggi untuk menyerupai hewan-hewan.”
    “Adapun isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral sex), maka ini adalah haram, tidak dibolehkan. Karena ia (kemaluan suami) dapat memancar. Kalau memencar, maka akan keluar darinya air madzy yang dia najis menurut kesepakatan (ulama’). Apabila (air madzy itu) masuk ke dalam mulutnya lalu ke perutnya maka boleh jadi akan menyebabkan penyakit baginya. Dan Syaikh Ibnu Baz rahimahullah telah berfatwa tentang haramnya hal tersebut—sebagaimana yang saya dengarkan langsung dari beliau-.”
    Asy-Syaikh AI-`Allamah `Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman AI-Jabiry hafizhahullah, salah seorang ulama besar kota Madinah, dalam sebuah rekaman, beliau ditanya sebagai berikut,
    “Apa hukum oral seks?”
    Beliau menjawab:
    “Ini adalah haram, karena itu termasuk tasyabbuh dengan hewan-hewan. Namun banyak di kalangan kaum muslimin yang tertimpa oleh perkara-perkara yang rendah lagi ganjil menurut syari’at, akal dan fitrah seperti ini. Hal tersebut karena ia menghabiskan waktunya untuk mengikuti rangkaian film porno melalui video atau televisi yang rusak. Seorang lelaki Muslim berkewajiban untuk menghormati istrinya dan jangan ia berhubungan dengannya kecuali sesuai dengan perintah Allah. Kalau ia berhubungan dengannya selain dari tempat yang Allah halalkan baginya maka tergolong melampaui batas dan bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam.”

    Boleh Melihat Kemaluan Pasangan Sah?

    Dalam Islam, hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan, namun bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa.

    Hal yang tidak bisa dihindari ketika seseorang ingin melakukan oral seks terhadap pasangannya adalah melihat dan menyentuh kemaluan pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab yang empat bersepakat diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga kemaluannya karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa suatu keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan, “Aku tidak pernah melihat kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah memperlihatkannya kepadaku,” (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2650).

    Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana dia menikmati berjima’ dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu kenikmatan atau menguasai tubuh dan jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama kami, karena tujuan dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian. (Bada’iush Shona’i juz VI hal 157 – 159, Maktabah Syamilah)

    Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan yang sah didalam berjima’ diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi buta adalah hadits munkar tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz II hal 215, Maktabah Syamilah)


    Blog Khusus Doa - Shalat Subuh merupakan momentum yang sangat istimewa bagi umat Islam. Namun, banyak di antara umat Islam yang mengabaikan kesempatan tersebut.

    "Hal ini sangat disayangkan sebab shalat Subuh berjamaah itu mempunyai banyak sekali keutamaan," kata Pimpinan Pondok Pesantren Darul Istiqamah Bulukumba, Makassar, Sulawesi Selatan, KH Mudzakkir M Arif, saat mengisi kultum seusai shalat Subuh berjamaah di kamar Hotel Hyatt Amsterdam, Senin (15/2) seperti dilansir dari laman Republika.

    Mudzakkir lalu menyebutkan tiga keutamaan shalat Subuh berjamaah. Ia mengutip Alquran surah al-Isra ayat 78, yang artinya, "Dirikanlah shalat sejak tergelincirnya matahari hingga gelapnya malam dan shalat Subuh-lah sebab shalat Subuh itu disaksikan."



    Tafsir ayat tersebut, kata Mudzakkir, bahwa shalat Subuh itu dihadiri oleh malaikat lebih banyak dibandingkan shalat-shalat yang lain.

    Keutamaan yang lain dari shalat Shubuh, ujar Mudzakkir, dalam hadis Nabi dijelaskan, "Siapa yang shalat Subuh berjamaah, ia mendapatkan pahala sama dengan shalat sepanjang malam."

    Dalam hadis yang lain, kata Mudzakkir, juga ditegaskan, "Siapa yang shalat Subuh berjamaah, ia berada di dalam tanggungan Allah sepanjang hari."

    Shalat Subuh berjamaah itu diikuti para peserta West Moslem Educational Trip yang digelar oleh Indonesian Islamic Travel Communication Forum (ITTCF).
    Blog Khusus Doa - Malam Jumat, tidak dimana, selalu identik dengan jima, bagi mereka yang sudah menikah. Jima bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis semata. Dalam Islam, jima di malam jum’at menurut hukumnya sunah. Karena pada malam Jumat adalah Sunah Rasul Saw. Bahkan, Ada yang menghubungkan dengan keutamaan seperti membunuh kaum Yahudi.

    Menurut penelitian, tingkat energi kortisol alami yang merangsang hormon seks berada di titik puncak yaitu pada hari Kamis. Karena hormon seks testosteron pada pria dan estrogen pada wanita lima kali lebih tinggi daripada hari biasanya.

    Jima yang berlangsung memuaskan memang memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh dan jiwa, Seperti mengurangi tingkat stres akibat aktivitas sehari-hari dan penuaan dini. Sebaliknya, jima yang tidak memuaskan justru menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan.

    Di kalangan awam, terjadi pemahamann bahwa pada malam Jum’at itu disunnahkan. Bahkan inilah yang dipraktikkan. Memang ada hadits yang barangkali jadi dalil, namun ada pemahaman yang kurang tepat yang dipahami oleh mereka.

    Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496).

    Ada ulama yang menafsirkan maksud hadits penyebutan mandi dengan ghosala bermakna mencuci kepala, sedangkan ightasala berarti mencuci anggota badan lainnya. Demikian disebutkan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 3. Bahkan inilah makna yang lebih tepat.

    Ada tafsiran lain mengenai makna mandi dalam hadits di atas. Sebagaimana kata Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad. Imam Ahmad berkata, makna ghossala adalah menyetubuhi istri. Demikian ditafsirkan pula oleh Waki’.

    Namun kalau kita lihat tekstual hadits di atas, yang dimaksud hubungan intim adalah pada pagi hari pada hari Jum’at, bukan pada malam harinya. Sebagaimana hal ini dipahami oleh para ulama dan mereka tidak memahaminya pada malam Jum’at.

    As Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik dan beliau menguatkan hadits tersebut berkata: Apakah kalian lemas menyetubuhi istri kalian pada setiap hari Jum’at (artinya bukan di malam hari, -pen)? Karena menyetubuhi saat itu mendapat dua pahala: (1) pahala mandi Jum’at, (2) pahala menyebabkan istri mandi (karena disetubuhi). Yaitu hadits yang dimaksud dikeluarkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits Abu Hurairah.

    Dan sah-sah saja jika mandi Jum’at digabungkan dengan mandi junub. Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Jika seseorang meniatkan mandi junub dan mandi Jum’at sekaligus, maka maksud tersebut dibolehkan.” (Al Majmu’, 1: 326)

    Intinya, sebenarnya pemahaman kurang tepat yang tersebar di masyarakat awam. Yang tepat, yang dianjurkan adalah hubungan intim pada pagi hari ketika mau berangkat Jumatan, bukan di malam hari. Tentang anjurannya pun masih diperselisihkan oleh para ulama karena tafsiran yang berbeda dari mereka mengenai hadits di atas.
    نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ
    “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki” (QS. Al-Baqarah : 223)
    Jima` atau berhubungan badan adalah salah satu ibadah bagi pasangan suami istri yang mampu menghasilkan pahala yang luar biasa baik di dunia maupun di surga nanti. Dengan jima’ kebutuhan biologis dan psikologi suami istri bisa saling memenuhi satu sama lain.

    Suami bisa menjima’ istrinya kapanpun kecuali pada waktu-waktu yang memang dilarang oleh agama. Tapi, ada waktu-waktu tertentu yang dapat melimpahkan pahala dan kemuliaan saat berjima’ dengan istri.


    Seperti halnya menurut M. Fauzil Adhim ada dua waktu yang akan mendatangkan kemuliaan yang lebih saat melakukan jima` atau berhubungan badan suami istri, diantaranya :

    Pertama, saat suami pulang dari bepergian jauh dan pada waktu yang cukup lama. Tentunya, dua insan yang sudah sah menikah ini akan saling merindu satu sama lain. Maka, curahkanlah rasa rindu diantara suami istri salah satunya dengan berjima’.

    Kedua, saat suami mendadak pulang dari suatu tempat karena terangsang birahinya ketika ia berada di luar rumah. Maka, tidak boleh ditunda lagi suami istri harus segera berjima’ agar terhindar dari dosa besar salah satunya zina.

    Menurut At-thihami dalam kitab “Qurratul Uyun” jima’ yang utama dilakukan pada saat permulaan waktu malam. Karena, dengan begitu akan terdapat waktu yang panjang untuk mandi junub. Sedangkan jika jima’ dilakukan pada akhir malam, maka waktu untuk mandi junub sangat sempit dan akan mengakibatkan tertinggalnya salat subuh berjama’ah. Dan jika jima’ dilakukan di akhir malam, tentunya akan dilakukan usai tidur. Hal yang demikian ini pasti akan terjadi bau mulut yang tidak sedap sehingga dikhawatirkan akan mengurangi gairah berjima’ dan menimbulkan rasa jijik.

    Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang enggauli (menjima’) istrinya pada hari Jum’at, lalu ia mandi wajib dan pergi salat Jum’at pada awal waktu dengan berjalan dan tidak menaiki kendaraan, lalu mendekat kepada imam, mendengarkan khatib, dan tidak berkata-kata, setiap amal langkah sunnahnya akan mendatangkan pahala puasa sunnah dan salat malam baginya.” (HR. Abu dawud, Tirmidzi, nasai, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad). Maka dari itu, hari jum’at adalah hari yang baik untuk melakukan jima’ karena di dalamnya terkandung pahala yang luar biasa.

    Oleh karena itu, hendaklah pasangan suami istri lebih selektif memilih waktu-waktu yang mulia untuk memadu cinta dan kasih dengan pasangan halalnya agar menghasilkan generasi unggul yang mampu menegakkan kalimat tauhid di masa yang akan datang. (retsa/islampos/qurratuluyun/pendidikanagamaislamdalamkeluarga)

    Share on Facebook
    Share on Twitter
    Share on Google+

    Related : √5 Kewajban Istri Terhadap Suami Yang Harus Ditunaikan Lengkap

    0 komentar:

    Posting Komentar