Seputar Rukun Dan Abab Dalam Berdoa

ا Kalian Islam? Bagaimana Jika Memilih Pemimpin Non-Muslim Simak Surat Al Maidah Ayat 51 Ini! ,Khasiat Doa Dan Amalan

ا Kalian Islam? Bagaimana Jika Memilih Pemimpin Non-Muslim Simak Surat Al Maidah Ayat 51 Ini! ,Khasiat Doa Dan Amalan-Doa Merupakan senjata utama kaum mislimin, karena dengan berdoa segala macam harpan kita gantungkan kepada yang memliki alam semesta ini dan Dia Allah SWT, dengan bersungguh -sunnguh dan penuh dengan kerendahan serta pengharapan murupakan salah satu adab dalam berdoa. Karena tugas kita hanya berdoa saja perkara dikabulkan atau tidak bukan merupakan prioritas utama sebab semua itu kita kembalikan lagi kepada Allah SWT.

Dan untuk mencapai unsur unsur keutaman dalam bedoa, maka diharapkan kita memenuhi adab dalam berdoa antara lain:
  1. Berdoalah dalam keadan suci atau memiliki wudhu
  2. Luruskan Niat [Dengan niat yang baik]
  3. Awali dengan Bismillah dan pujian kedapa Allah & Rasulluah
  4. Penuh dengan kerendahan dan pengharapan
  5. Hilangkan sifat somboong
  6. Berdoa dengan Menghadap kearah Kiblat
Dengan berdoa pikiran dan perassan kita menjadi tenang, sebab segala macam keluh kesah atau pengharapan sudah kita sampaikan kepada Allah SWT. Dan yang paling utama adala rasa syukur kita kepada Allah jangan sampai hilang. Sebab itu semua merupakan nikmat yang paling tinggi tiada tara , sebab orang yang masih bisa bersyukur merupakan golongan orang yang lebih mudah dalam mengharapkan dan menerima keridhoan kepada Allah SWT.
Baca Juga:

    Sahabat muslim... Sudahkah kalian tau bagaimana kalau kita di pimpin oleh seorang yang beragama non-muslim? Hal ini bersimpangan dengan kita kaum muslimin., sedangkan kita dengan pemimpin berbeda keyakinan. Akhir-akhir ini banyak di hebohkan dengan salah satu Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu, yang mana Ahok telah meyakinkan masyarkata untuk memilihnya walaupun berbeda agama dengan Islam. Karena mayoritas di negara Indonesia bergama Islam. Seruan Ahok pun langsung menyebar dan menghebohkan seluruh dunia maya yang menimbulkan kontra, khususnya untuk para kaum muslimin.


    Nah berikut adalah bunyi Al-Qur'an surat al-Maaidah ayat 51 :

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
     Artinya :
    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin (awliya) mu; sebagian mereka adalah “awliya” bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi “awliya”, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maaidah : 51)
    Dari ayat tersebut sudah jelas diterangkan bahwa kita dilarang untuk memilih orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin. Lantas, pemimpin apakah yang dilarang dan/atau semua kepemimpinan yang dipimpin oleh Yahudi dan Nasrani dilarang dalam Islam? Untuk lebih jelasnya, marilah kita bersama-sama simak ulasan berikut ini tentang QS. Al-Maidah : 51 seperti yang dijelaskan oleh Nadirsyah Hosen dalam situs fiqhmenjawab.net

    Kata “awliya” dalam QS Al-Maaidah ayat 51 yang dijadikan alasan melarang mengangkat pemimpin kafir itu layak ditelaah kembali. Terjemahan Al-Qur’an depag menerjemahkannya sebagai “pemimpin”. Konteks asbabun nuzul dan bacaan saya terhadap tafsir klasik semisal al Thabary dan Ibn Katsir tidak menunjukkan kata “awliya” dalam ayat di atas bermakna pemimpin, tapi semacam sekutu atau aliansi.



       Baca juga : http://surahyasinku.blogspot.co.id/2017/01/pengobatan-dengan-bacaan-suci-al-quran.html




    Penjelasan Tafsir Ibn Katsir mengenai asbabun nuzul QS Al-Maaidah ayat 51: 


    “Para ulama tafsir berbeda pendapat mengenai penyebab yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat yang mulia ini. As-Saddi menye­butkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang lelaki. Salah seorang dari keduanya berkata kepada lainnya sesudah Perang Uhud, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Yahudi itu, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk agama Yahudi bersamanya, barangkali ia berguna bagiku jika terjadi suatu perkara atau suatu hal.” Sedangkan yang lainnya menyatakan, “Adapun saya, sesungguhnya saya akan pergi kepada si Fulan yang beragama Nasrani di negeri Syam, lalu saya berlindung padanya dan ikut masuk Nasrani bersamanya.” Maka Allah Swt. berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi “awliya” kalian….(Al-Maidah: 51). hingga beberapa ayat berikutnya.

    Demikian penjelasan Ibn Katsir untuk kita lebih memahami konteks ayat di atas.
    Ini ayat senada:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا

    Artinya :

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang kafir menjadi “awliya” dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kalian mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksa kalian)". (QS. An-Nisaa : 144)

    Ayat 144 surat An-Nisaa di atas juga melarang kita mengambil orang non muslim sebagai “awliya”. Mari kita cek apa penafsiran Ibn Katsir terhadap makna “awliya” dalam QS al Maidah ayat 51 sama maknanya dg QS al Nisa 144:

    Kata Ibn Katsir:

     “Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengambil orang-orang kafir sebagai “awliya” mereka, bukannya orang-orang mukmin. Yang dimaksud dengan istilah “awliya” dalam ayat ini ialah berteman akrab dengan mereka, setia, tulus dan merahasiakan kecintaan serta membuka rahasia orang-orang mukmin kepada mereka.”

    Jadi Tafsir Ibn Katsir tidak menafsirkan kata “awliya” sebagai pemimpin baik di QS al Ma’idah ayat 51 maupun an Nisa ayat 144. Yang dimaksud adalah temenan dalam arti bersekutu dan beraliansi dengan meninggalkan orang Islam. Bukan dalam makna larangan berteman sehari-hari. Konteks al Ma’idah ayat 51 itu saat muslim kalah dalam perang uhud. Jadi ada yg tergoda untuk menyeberang dengan bersekutu pada pihak yahudi dan nasrani. Itu yang dilarang.

    Ibn Taimiyah mengingatkan kita:


    فَإِنَّ النَّاسَ لَمْ يَتَنَازَعُوا فِي أَنَّ عَاقِبَةَ الظُّلْمِ وَخِيمَةٌ وَعَاقِبَةُ الْعَدْلِ كَرِيمَةٌ وَلِهَذَا يُرْوَى : ” اللَّهُ يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الْعَادِلَةَ وَإِنْ كَانَتْ كَافِرَةً وَلَا يَنْصُرُ الدَّوْلَةَ الظَّالِمَةَ وَإِنْ كَانَتْ مُؤْمِنَةً

     Artinya :

    "Sesungguhnya Allah telah menetapkan bahwa akibat (atau efek) sikap zhalim adalah kebinasaan dan akibat sikap adil adalah kemuliaan. Oleh karena itu diriwayatkan bahwa Allah akan menolong negara yang adil meski ia kafir dan tidak akan menolong negara yang zalim, meski ia mukmin.”

    Dengan demikian, spirit Islam adalah keadilan, dan lawannya adalah kezhaliman. Kalau ada orang yang adil (mampu berbuat adil dan menegakkan keadilan) ya kita dukung meskipun dia bukan Muslim dan Allah akan menolong orang yang adil tersebut. Kalau ada orang Muslim, yang bersikap zhalim dan melakukan kezhaliman, ya jangan didukung. Allah tidak akan menolong orang yang zhalim. Wallahu Alam.

    Semoga kita selalu dalam lindungan Allah dan selalu mendapatkan ridho-Nya. Semoga dosa-dosa kita di ampuni oleh Allah. Sekian artikel ini semoga bermanfaat. Share on Facebook Share on Twitter Share on Google+ Share on LinkedIn

    Share on Facebook
    Share on Twitter
    Share on Google+
    Tags :

    Related : ا Kalian Islam? Bagaimana Jika Memilih Pemimpin Non-Muslim Simak Surat Al Maidah Ayat 51 Ini! ,Khasiat Doa Dan Amalan

    0 komentar:

    Posting Komentar